(4) Dari sudut pandang lain, sangat janggal apabila konten mesum itu dikaitkan dengan the Anonymous dilihat dari “bidang keahlian” mereka. Mengapa? Para Anons meretas situs web, atau meretas server tempat situs web berada (hosting), atau server tempat sebuah layanan berada (misalnya server tempat layanan internet-banking sebuah bank), untuk menguasai situs web tersebut (dengan mengganti tampilan situs) atau untuk membuat layanannya terhenti.
Lucu rasanya membayangkan Anons meretas masuk ke server layanan WA lalu “berenang” di tengah “samudera” data dalam server tersebut untuk menemukan dua ekor ikan bernama berinisial HRS dan FH sedang bermesum ria. Sebelum berhasil mengidentifikasi bahwa kedua ikan itu adalah HRS dan FH pun, mereka harus menghabiskan jutaan tahun membuka jubah dan daster,…. Eh, salahhhh, … enkripsi yang “membungkus” kedua ikan itu sebelum memastikan bahwa keduanya adalah HRS dan FH. Atau lucu juga membayangkan the Anonymous menyerang server WA sampai nyaris lumpuh lalu sebagai imbalan untuk penghentian serangan mereka minta data chat mesum HRS dan FH. Hahahahahahaa… Lucu sekali.
(5) Kalau memang the Anonymous yang menjadi sumber awal konten mesum, maka kira kira apa ide di balik aksi mereka mendapat dan membocorkan konten itu? Meskipun masih susah masuk di akal bahwa Anons pelakunya. Atau minimal apa motivasi salah satu atau beberapa di antara mereka hingga meneruskan ide untuk mendapatkan data komunikasi HRS dan FH (jika memang ada komunikasi di antara keduanya dan berisi data/konten mesum)? Apa kira kira motivasinya? Atau, adakah?
(6) Setidaknya, dari apa yang dikemukakan Kapolda sendiri siang tadi, ada “titik terang” bahwa penyebar awal konten berdomisili di Amerika Serikat. Kalau si penyebar awal ini seorang anggota the Anonymous, maka, Kepolisian RI ke depan akan mendapat banyak kehormatan untuk membantu melacak anggota the Anonymous lain saat mereka melakukan aktivitas internet yang melanggar hukum di mana pun. Hebat, karena Kepolisian kita dalam langkah penyidikan mereka telah berhasil melacak anggota Anons! Mengapa? Karena sudah berhasil melacak sampai pada data domisili. Polisi-polisi di negara lain pasti ingin belajar dari kita.
(7) Tetapi anehnya, oleh Kapolda terbilang sulit untuk ditangkap. Dengan lokasi awal yakni Amerika, dugaan pelaku penyebaran berada atau bahkan berasal dari luar Indonesia pun menjadi mungkin. Mengutip Kapolda, Liputan6 menulis: “Ya itu kan dari luar, kami enggak gampang. Kalau di dalam (negeri) enak. Kami bisa langsung. Kalau luar kan kami mesti koordinasi dengan mereka (pihak Amerika),” jelas Iriawan.
Kalau data pelaku sudah berhasil di dapat sampai pada tingkat domisili, paling mungkin situasinya adalah Kepolisian RI dalam hal ini Polda Metro Jaya telah mendapat bantuan dari aparat hukum di Amerika Serikat, dalam hal ini logisnya dengan bantuan (perantaraan) Interpol. Lha, kalau begitu, tinggal keluarkan status “Red Notice” saja, kan, agar Interpol bertindak menangkap si pelaku itu? Atau, kalau data sampai tingkat domisili itu ada, dan hasil dari usaha sendiri, tinggal menyerahkan ke Interpol saja, kan? Atau, via penyampaian kepada Kedutaan Amerika di Jakarta, bahwa, ada orang yang berdomisili di negara mereka diduga telah melakukan pelanggaran hukum, karenanya pihak Indonesia butuh bantuan penanganan. Bahwa kemudian orangnya melarikan diri dan menjadi susah ditangkap, itu lain soal. Setidaknya identitas dia, sebagai “orang yang melarikan diri” atau dalam terminologi kita di sini DPO, bisa dibuka. Dan kita semua menjadi tahu bahwa orang itu memang riil, ada, eksis. Bukan hanya orang dalam “angan-angan” yang telah membuat nama orang lain di Indonesia tercemar.
Demikian.
Credit: Liputan6, Portal Islam